ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
AMPUTASI
OLEH
KELOMPOK
8
Al Mutmainnah
Amalia Ramdhani Amrah
Eka Kumalasari
Mi’raj Nurmansada
Muh. Naharuddin
POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
PRODI
KEPERAWATAN PAREPARE
TAHUN
AKADEMIK 2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Footner (1992), mengemukakan 60% amputasi dilakukan pada klien dengan usia
diatas 60 tahun dan umumnya akibat iskemia (kematian jaringan) atau akibat
penyakit vascular perifer progresif (sering sebagai gejala sisa diabetes
militus), gangren, trauma, (cedera,remuk dan luka bakar) dan tumor gamas. Dari
semua penyebab tadi penyakit vascular parifer merupakan penyebab yang tertinggi
amputasi pada ekstremitas bawah.
Kehilangan ekstremitas atas memberikan masalah yang berbeda bagi pasien
dari pada kehilangan ekstremitas bawah karena ekstremitas atas mempunyai fungsi
yang sangat spesialistis. Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan
rekonstruksi drastis dan digunakan untuk menghilangkan gejala, memperbaiki
fungsi dan menyelamatkan atau memperbaiki kwalitas hidup pasien.
Bila tim perawat kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif maka
pasien akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi
aktif dalam rencana rehabilitasi. Karena kehilangan ektremitas memerlukan
penyesuaian besar. Presepsi pasien mengenai amputasi harus di pahami oleh tim
perawat kesehatan. Pasien harus menyesuaikan diri dengan adanya perubahan citra
diri permanen, yang harus diselaraskan sedemikian rupa sehingga tidak akan
menimbulkan harga diri rendah pada pasien akibat perubahan citra tubuh.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa yang
dimaksud dengan amputasi?
2. Apa saja
faktor predisposisi Amputasi?
3. Bagaimanana metode
Amputasi?
4. Apa saja
jenis-jenis Amputasi?
5. Bagaimana
Manifestasi klinik Amputasi?
6. Bagaimana
Pemeriksaan diagnostik Amputasi?
7. Bagaimana
Pencegahan Amputasi?
8. Bagaimana
Penatalaksanaan Amputasi?
9. Bagaimana
Komplikasi Amputasi?
10. Bagaimana
Asuhan Keperawatan pada pasien Amputasi?
C.
Tujuan
Untuk mengetahui konsep
dasar amputasi dan asuhan keperawatan pada pasien amputasi.
BAB
II
TINJAUN
TEORI
A.
Pengertian
Amputasi berasal dari kata “amputare“ yang kurang lebih diartikan “pancung“.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau
seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan
dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada
ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan tekhnik
lain atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien
secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan
komplikasi infeksi. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan
beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persarafan, sistem
muskuloskeletal dan sisem cardiovaskuler.
Amputasi
adalah pengangkatan organ yang berada di luar tubuh (misal paha) dan embel –
embel tubuh (misal ekor), baik sebagian maupun keseluruhan (kedaruratan medik.
2000)
Amputasi
adalah pengangkatan melalui pembedahan kaki karena trauma, penyakit, tumor atau
anomaly kongenital; terkelupasnya kulit secara umum diperbaiki kembali untuk
memudahkan penyembuhan dan penggunaan peralatan protetik (Standart Perawatan
Pasien Vol. 3. 1998)
B. Penyebab/faktor Predisposisi
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :
1.
Fraktur
multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki
2.
Kehancuran
jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki
3.
Gangguan
vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat
4.
Infeksi yang
berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya
5.
Adanya tumor
pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif
6.
Deformitas
organ
7.
Trauma
C. Metode
Amputasi
Amputasi dilakukan sebagian kecil sampai dengan
sebagian besar dari tubuh dengan metode :
1)
Metode
terbuka (guillotine amputasi). Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi
yang mengembang atau berat. Dimana pemotongan dilakukan pada tingkat yang sama.
Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih dan luka
dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.
2)
Metode tertutup. Dilakukan dalam kondisi yang
lebih mungkin. Pada metode ini kulit tepi ditarik atau dibuat skalf untuk
menutupi luka, pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi.
D. Jenis
Amputasi
a.
Amputasi guillotine
Amputasi ini
dilakukan pada saat darurat jika penyembuhan primer luka tidak mungkin
berlangsung karena kontaminasi atau infeksi berat
b.
Amputasi
definitive
Amputasi
hanya dilakukan pada kasus anggota badan yang sudah hancur
Menurut Tempat Amputasi :
a.
Amputasi pada superior
1.
Jari tangan
2.
Setinggi / sekitar pergelangan tangan (amputasi
transkarpal)
3.
Lengan bawah
-
Bagian distal
-
1/3 proksimal
4.
Lengan atas
-
Daerah suprakondiler
-
Daerah proksimal suprakondiler
5.
Bahu
b.
Amputasi pada ekstremitas inferior
1.
Paha
2.
Lutut
3.
Kaki
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1)
Amputasi selektif / rencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secra
terus-menerus. Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif
terakhir.
2)
Amputasi akibat
trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi
serta memperbaiki kondisi umum klien.
3)
Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan
patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada
pasien dengan post operasi amputasi antara lain :
·
Nyeri akut
·
Keterbatasan
fisik
·
Pantom
syndrome
·
Pasien
mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman
·
Adanya
gangguan citra tubuh, mudah marah, cepat tersinggung, pasien cenderung berdiam
diri
F.
Pemeriksaan
Diagnostik
a. Foto Rontgen
Untuk mengidentifikasi abnormalitas
tulang
b. CT Scan
Mengidentifikasi lesi neopalstik,
osteomfelitis, pembentukan hematoma
c. Angiografi
dan pemeriksaan aliran darah
Mengevaluasi perubahan sirkulasi /
perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensial penyembuhan jaringan
setelah amputasi
d. Kultur luka
Mengidentifikasi adanya infeksi dan
organisme penyebab
e. Biopsy
Mengkonfirmasi diagnosa benigna /
maligna
f. Led
Peninggian mengidentifikasi respon
inflamasi
g. Hitung darah
lengkap / deferensial
Peninggian dan perpindahan ke kiri
di duga proses infeksi
G.
Pencegahan
1. Mengajarkan
klien tentang hidup sehat
2. Pemeriksaan
kesehatan teratur untuk deteksi penyakit diabetes melitus, dan mengajarkan perawatan
kaki
3. Memberitahu
kebiasaan berkendara yang aman
4. Memberitahu
tentang penggunaan mesin industri dengan prinsip K-3
H.
Penatalaksanaaan
a. Tingkatan
Amputasi
Amputasi
dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan dengan
baik. Tempat amputasi ditentukan berdasar dua fakor: peredaran darah pada
bagian itu dan kegunaan fungsional (mis. Sesuai kebuuhan protesis).
Status
peredaran darah ekstremitas dievaluasi melalui pemeriksaan fisik dan uji dan
uji tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat penting untuk penyembuhan.
Floemetri doppler, penentuan tekanan darah segmental, dan tekanan parsial
oksigen perkutan (PaO2) merupakan uji yang sangat berguna. Angiografi dilakukan
bila revaskularisasi kemungkinan dapat dilakukan.
Tujun
pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin tujuan ekstremitas konsisten
dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut dan siku adalah pilihan
yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi dapat dipasangi prostesis.
Kebutuhan
energi dan kebutuhan kardiovaskuler yang ditimbulkannya akan meningkat dan
menggunakan kursi roda ke prostesis ke tongkat tanpa protesis. Maka pemantauan
kardiovaskuler dan nutrisi yang keaet sangat penting sehingga batas fisiologis
dan kebutuhan dapats seimbang.
Amputasi jari
kaki dan sebagaian kaki hanya menimbulkan perubahan minor dalam gaya berjalan
dan keseimbangan. Amputasi syme (modifikasi amputasi disartikulasi pergelangan
kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif dan menghasilkan
ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan yang dapat menahan beban berat badan
penuh. Amputasi bawah luut lebih disukai daripada di atas lutut karena
peningnya sendi lutut dan kebutuhan energi untuk berjalan. Dengan
mempertahankan lutut sangat berarti bagi seorang lansia antara ia bisa berjalan
dengan alat bantu dan hanya bisa duduk di kursi roda. Disartikulasi sendi lutut
paling berhasil pada pasien muda, aktif yang masih mampu mengembangkan kontrol
yang tepat terhadap prostesis. Bila dilakukan amputasi atas lutut, pertahankan sebanyak
mungkin panjangnya, otot dibentuk dan distabilkan, dan kontraktur pinggul dapat
dicegah untuk potensial ambulasi maksimal. Bila dilakukan amputasi
disartikulasi sendi pinggul, kebanyakan orang akan tergantung pada kursi roda
untuk mobilitasnya.
Amputasi
ektremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang fungsional maksimal.
Prostesis segera diukur agar fungsinya bisa maksimal.
b.
Penatalaksanaan Sisa Tungkai
Tujuan bedah utama adalah mencapai
penyembuhan luka amputasi, menghasilkan
sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kuli yang sehat untuk
penggunaan prosteis. Lansia mungkin mengalami kelambatan penyembuhan luka
karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya. Penyembuhan dipercepat
dengan penanganan lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai
dengan balutan kompres lunak atau rigid dan menggunakan teknik aseptik dalam
perawatan luka unuk menghindari infeksi.
-
Balutan
rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang
waktu dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan
apakah penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat
memasang ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini
sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan
lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur. Kaoskaki steril dipasang
pada sisi steril dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai
(punting) kemudian dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan
memberikan tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh
darah. Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh,
nyeri berat atau gips mulai longgar harus segara diganti.
-
Balutan
lunak.
Balutan lunak dengan atau tanpakompresi dapat digunakan bila diperlukan
inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi
dapat dibalutkan pada balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase
luka untuk meminimalkan infeksi.
-
Amputasi Bertahap
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi.
Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan
nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam
beberapa hari infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan
amputasi definitife dengan penutupan kulit.
-
Protesis.
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan
segera dapat dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah
membiasakan klien menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat
baru diberikan setelah satu minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit
pembuluh darah proteis sementara diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini
bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang. Artinya defek system
musculoskeletal harus diatasi, temasuk defek faal. Pada ekstremitas bawah,
tujuan protesis ini sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk ekstremitas
atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan miolektrik canggih yang
bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan triseps.
Pasien yang memerlukan amputasi biasanya mudah dengan trauma ekstremitas
berat atau manula dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda umumnya sehat,
sembuh dengan cepat, dan berpartisipasi dalam program rehabilitasi segera.
Karena amputasi sering merupakan akibat dari cedera, pasien memerlukan lebih
banyak dukungan psikologis untuk menerima perubahan mendadak citra diri dan
menerima stres akibat hospitalisasi,rehabilitasi jangka panjang dan penyesuaiaan
gaya hidup. Pasien ini memerlukan waktu untuk mengatasi perasaan mereka
mengenai kehilangan permanen. Reaksi mereka susah diduga dan dapat berupa
kesedihan terbuka dan bermusuhan.
Sebaliknya, lansia dengan penyakit vascular perifer sering mengidap masalah
kesehatan lain, termasuk diabetes militus dan arterosklerosis. Amputasi
terapeutik untuk kondisi yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan pasien
dari nyeri, disabilitas dan ketergantungan. Pasien ini biasanya sudah siap
mengatasi perasaannya dan siap menerima amputasi. Adapun pengaruh dari amputasi
yaitu :
Ø Kecepatan metabolisme
Jika
seseorang dalam keadaan imobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi
simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga sehingga menurunkan
kecepatan metabolismebasal.
Ø System musculoskeletal
Terjadi
penurunan kekuatan otot. Dengan adanya imobilisasi dan gangguan system vaskuler
memungkinkan supali O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan demikian pula
dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu.
Ø System integument
Tirah baring
yang lama dapat mengakibatkan tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong
akan tertekan akibat tirah baring lama sehingga terjadi penurunan suplai darah
dan nutrisi kejaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia,
hyperemis, dekubitus dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit
dimasase untuk meningkatkan supali darah.
I.
Perawatan Pasca Amputasi
-
Pasang balut steril, tonjolan – tonjolan hilang di
balut tekan. Pemasangan perban elastic harus hati – hati jangan sampai terjadi
kontriksi puntung diproksimalnya sehingga distalnya iskemik
-
Meninggikan puntung dengan mengangkat kaki jangan di
tahan dengan bantal, sebab dapat menjadikan fleksi kontraktur pada paha dan
lutut
-
Luka ditutup, drain diangkat setelah 48 – 72 jam
sedangkan puntung tetap dibalut tekan, angkat jahitan hari ke 10 – 14
-
Amputasi bawah lutut tidak boleh menggantung di
pinggir tempat tidur / berbaring / duduk lama dengan fleksi lutut
-
Amputasi di atas lutut jangan diasang bantal diantara
paha / membiarkan abduksi puntung / menggantungnya waktu jalan dengan kruk
untuk mencegah kontraktur lutut dan paha
-
Latihan – latihan, 1 hari pasca bedah atau sesegera
mungkin berjalan dengan kruk, puntung baru dilepas balutannya setelah benar –
benar sembuh
J.
Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan
kerusakan kulit. Karena ada pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi
perdarahan masif. Infeksi merupakan infeksi pada semua pembedahan; dengan
peredaran darah buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi traumatika, resiko
infeksi meningkat. Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat prostesis dapat
menyebabkan kerusakan kulit.
BAB III
KONSEP DASAR
ASUHAN KEPERAWATAN AMPUTASI
A. Pengkajian
1. Biodata
2.
Keluhan
Utama: Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri dan gangguan
neurosensori
3.
Riwayat
kesehatan Masa Lalu: kelainan muskuloskeletal (jatuh, infeksi, trauma dan
fraktur), cara penanggulangan dan penyakit (diabetes melitus)
4.
Riwayat
kesehatan sekarang: kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab,
gejala (tiba tiba/perlahan), lokasi, obat yang diminum, dan cara penanggulangan.
5.
Pemeriksaan
Fisik: keadaan umum dan kesadaran, keadaan integumen (kulit dan kuku),
kardiovaskuler (hipertensi dan takikardia), neurologis (spasme otot dan kebas
atau kesemutan), keadaan ekstremitas, keadaan rentang gerak dan adanya kontraktur,
dan sisa tungkai (kondisi dan fungsi).
6.
Riwayat
Psikososial: reaksi emosional, citra tubuh, dan sistem pendukung
7.
Pemeriksaan
diagnostik: rontgen (lokasi/luas), Ct scan, MRI, arteriogram, darah lengkap dan
kreatinin.
8.
Pola
kebiasaan sehari-hari: nutrisi, eliminasi, dan asupan cairan.
9. Aktifitas
/ Istirahat
Gejala :
keterbatasan actual / antisipasi yang dimungkinkan oleh kondisi / amputasi
10. Integritas Ego
Gejala : masalah
tentang antisipasi perubahan pola hidup, situsi financial, reaksi orang lain,
perasaan putus asa, tidak berdaya
Tanda : ansietas,
ketakutan, peka, marah, menarik diri, keceriaan semu
11. Seksualitas
Gejala : masalah
tentang keintiman hubungan
12. Interaksi Sosial
Gejala : masalah
sehubungan dengan kondisi tentang peran fungsi, reaksi orang lain
B. Diagnosa Keperawatn
1.
Nyeri berhubungan dengan luka amputasi, pasca
pembedahan
2.
Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma
jaringan, kulit yang terluka
3.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan
anggota ekstremitas
4.
Gangguan citra diri berhubungan dengan kehilangan
anggota badan
5.
Gangguan pemenuhan ADL: personal hygiene kurang
berhubungan dengan kurangnya kemampuan dalam merawat diri.
C. Intervensi
1.
Dx 1 : Nyeri
berhubungan dengan luka amputasi pasca pembedahan
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan maka nyeri dapat berkurang sampai hilang
Kriteria
Standart :
·
Pasien menyatakan nyeri hilang / terkontrol
·
Wajah pasien tampak rileks dan tenang
·
Mampu tidur / istirahat dengan tepat
·
Pasien memahami nyeri fantom dan mampu / mengerti cara
menghilangkan
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
·
catat lokasi dan intensitas nyeri, selidiki
karakteristik nyeri
·
tinggikan bagian yang sakit dengan meninggikan kaki
tempat tidur/ mengunakan bantal guling untuk amputasi tungkai atas
·
berikan informasi tentang sensasi fantom tungkai dan
penggunaan alat untuk menghilangkan nyeri
·
berikan tindakan kenyamanan (mis: ubah posisi) dan
aktifitas terapeutik. Dorong penggunaan teknik manajemen stress
·
berikan pijatan lembut pada puntung sesuai toleransi
bila balutan telah dilepas
kolaborasi
·
berikan obat jenis analgetik, relaksan otot
·
pertahankan Tens bila menggunakan
·
berikan pemanasan lokal sesuai indikasi
|
·
membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keefektifan
intervensi perubahan dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi
·
mengurangi terbentuknya odem dengan peningkatan
aliran balik vena menurunkan kelelahan otot – otot tekanan kulit / jaringan
·
mengetahui sensasi nyeri memungkinkan pemahaman
fenomena normal ini yang dapat terjadi segera / beberapa minggu pasca
operasi. Sensasi fantom tidak dapat teratasi dengan obat tradisional
·
meningkatkan relaksasi, meningkatkan kemampuan
koping dan menurunkan terjadinya nyeri fantom tungkai
·
meningkatkan sirkulasi, menurunkan tegangan otot
·
menurunkan nyeri / spasme otot
·
memberikan rangsangan saraf terus menerus blok
transmisi sesasi nyeri
·
meningkatkan relaksasi oto, meningkatkan sirkulasi
perbaikan odem
|
2. Dx 2 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
trauma jaringan, kulit yang terluka
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien terkontrol/ terkurangi sampai
hilang tanda – tanda infeksi dan infeksi tidak terjadi
Kriteria
Standart :
·
Mencapai penyembuhan tepat waktu
·
Bebas drainase purulen atau eritema
·
Tidak demam atau tidak muncul tanda – tanda infeksi
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
·
pertahankan teknik aseptik bila mengganti balutan /
merawat luka
·
inspeksi balutan dan luka, perhatikan karakteristik
drainase
·
pertahankan potensi dan pengurangan drainase secara
rutin
·
tutup balutan dengan plastik bila menggunakan pispot
/ bila inkontenensia
·
buka puntung terhadap udara, pencucian dengan sabun
ringan
·
awasi tanda – tanda vital
Kolaborasi
·
ambil kultur luka / drainase dengan tepat
·
berikan antibiotik sesuai indikasi
|
·
meminimalkan kesempatan introduksi bakteri
·
deteksi dini terjadinya infesi memberikan kesempatan
untuk intervensi tepat waktu dan mencegah komplikasi lebih serius
·
meningkatkan penyembuhan luka dan menurunkan resiko
infeksi
·
mencegah kontaminasi pada amputasi tungkai bawah
·
meningkatkan penyembuhan kebersihan, meminimalkan
kontaminasi
·
peningkatan suhu dapat menunjukkan sepsis
·
mengidentifikasi adanya infeksi / organisme khusus
·
antibiotik spetrum luas dapat digunakan secara
profilatik atau terapi antibiotik mungkin disesuaikan tehadap organisme
terhadap organisme khusus
|
3.
Dx 3 : Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan anggota ekstremitas
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan maka dapat meningkatkan mobilitas pada tingkat
yang paling mungkin
Kriteria
Standart :
·
Klien dapat menggerakkan anggota tubuhnya yang lainnya
yang masih ada.
·
Klien dapat merubah posisi dari posisi tidur ke posisi
duduk.
·
ROM, tonus dan kekuatan otot terpelihara.
·
Klien dapat melakukan ambulasi.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
·
Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan
oleh prosedur pengobatan dan catat persepsi klien terhadap immobilisasi.
·
Latih klien untuk menggerakkan anggota badan yang
masih ada.
·
Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan
menggunakan tongkat dan kursi roda.
·
Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam secara periodik
·
Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan
turun dari tempat tidur.
|
·
Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak
klien dan persepsi klien terhadap immobilisasi akan dapat menemukan aktivitas
mana saja yang perlu dilakukan.
·
Pergerakan dapat meningkatkan aliran darah ke otot,
memelihara pergerakan sendi dan mencegah kontraktur, atropi.
·
Dengan ambulasi demikian klien dapat mengenal dan
menggunakan alat-alat yang perlu digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi
aktivitas klien.
·
Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah
terjadinya kontraktur.
·
Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam
duduk dan turun dari tempat tidur.
|
4.
Dx 4 : Gangguan
citra diri berhubungan dengan kehilangan anggota badan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan citra tubuh pasien tidak
terganggu.
Kriteria Standart :
·
Klien dapat meningkatkan body image dan harga dirinya.
·
Klien dapat berperan serta aktif selama rehabilitasi
dan self care
·
Pasien mampu
berdaptasi
·
Menyatakan
penerimaan pada situasi diri mengenai perubahan konsep diri yang akut
·
Membuat rencana nyata untuk adaptasi peran
baru/perubahan peran
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
·
Kaji/perimbangkan
persiapan pasien dan pandangan amputasi
·
Dorong
ekspresi ketakutan, perasaan negatif, dan kehilangan bagian tubuh.
·
Beri
penguatan informasi pascaoprasi termasuk tipe/lokasi amputasi, tipe prostese
bila tepat (segera, lambat), harapan tindakan pascaoperasi, termasuk kontrol
nyeri dan rehabilitas.
·
Kaji derajat
dukungan yang ada untuk pasien
·
Diskusikan
persepsi pasien tentang diri dan hubungannya dengan perubahan dan bagaimana
pasien melihat dirinya dalam pola/peran fungsi yang biasanya.
·
Dorong
partisipasi dalam aktivitas sehari-hari. Berikan kesempatan untuk
memandang/merawat puntung menggunakan wkatu untuk menunjukkan tanda positif
penyembuhan.
·
Dorong/berikan
kunjungan oleh orang yang telah diamputasi, khususnya seseorang yang berhasil
dalam rehabilitasi.
·
Diskusikan
tersedianya berbagai sumber, contoh konseling psikiatrik/seksual, terapi
kejuruan.
|
·
Pasien yang
memandang amputasi sebagai pemotongan hidup atau rekonstruksi akan menerima
diri yang baru lebih cepat. Pasien dengan amputasitraumatik yang
mempertimbangkan amputasi menjadi akibat kegagalan tindakan berada pada risiko tinggi gangguan konsep diri.
·
Ekspresi
emosi membantu pasien mulai menerima kenyataan dan realitas hidup tanpa
tungkai.
·
Memberikan
kesempatan untuk menanyakan dan mengasimilasi informasi dan mulai menerima
perubahan gambaran diri dan fungsi, yang dapat membantu penyembuhan.
·
Dukungan yang
cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses rehabilitasi.
·
Membantu
mengartikam masalah sehubungan dengan pola hidup sebelumnya dan membantu
pemecahan masalah, sebagai contoh, takut kehilangan kemandirian, kemampuan
bekerja, dan sebagainya.
·
Meningkatkan
kemandirian dan meningkatkan perasaan harga diri. Meskipun penyatuan puntung
dalam gambaran diri dapat memerlukan waktu berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun, melihat puntung dan mendengar pernyataan positif (dibuat
dengan cara, waktu yang normal) dapat membantu pasien dalam penerimaan
·
Teman senasib
yang telah melalui pengalaman yang sama bertindak sebagai model peran dan
dapat memberikan keabsahan pernyataan juga harapan untuk pemulihan dan masa
depan normal.
·
Dibutuhkan
pada masalah ini untuk membantu adaptasi lanjutan yang optimal dan
rehabilitasi
|
5.
Dx 5 : Gangguan
pemenuhan ADL: personal hygiene kurang berhubungan dengan kurangnya kemampuan
dalam merawat diri.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan maka Klien dapat melakukan perawatan diri secara
mandiri.
Kriteria
Standart :
·
Tubuh, mulut dan gigi bersih serta tidak berbau.
·
Kuku pendek dan bersih.
·
Rambut bersih dan rapi.
·
Pakaian, tempat tidur dan meja klien bersih dan rapih.
·
Klien mengatakan merasa nyaman.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
·
Bantu klien dalam hal mandi dan gosok gigi dengan
cara mendekatkan alat-alat mandi, dan menyediakan air di pinggirnya, jika
klien mampu.
·
Bantu klien dalam mencuci rambut dan potong kuku.
·
Anjurkan klien untuk senantiasa merapikan rambut dan
mengganti pakaiannya setiap hari.
|
·
Dengan menyediakan air dan mendekatkan alat-alat
mandi maka akan mendorong kemandirian klien dalam hal perawatan dan melakukan
aktivitas.
·
Dengan membantu klien dalam mencuci rambut dan
memotong kuku maka kebersihan rambut dan kuku terpenuhi.
·
Dengan membersihkan dan merapihkan lingkungan akan
memberikan rasa nyaman klien.
|
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian
atau seluruh bagian ekstremitas. Selain ketidakmampuan fisik,
perawat perlu juga mengetahui aspek psikososial yang ditimbulkan karena aspek
tersebut lebih sering dijumpai. Amputasi akan mengubah gambaran tubuh dan harga
diri. Proses selanjutnya dapat diikuti melalui proses kehilangan.
Indikasi
utama bedah amputasi, yaitu:
1.
Iskemia akibat penyakit vaskular progresif (klien
arteriosklerosis, diabetes melitus)
2.
Trauma berat akibat perang, kecelakaan kendaraan
bermotor (cedera remuk), cedera termal, luka bakar, tumor, infeksi (gangren,
osteomieliis kronis) dan kelainan kongenital.
Tindakan
amputasi dilakukan pada bagian kecil sampai bagian besar tubuh. Metodenya
terbuka dan tertutup. Teknik terbuka
dilakukan pada klien dengan infeksi yang mengembang, kemudian dipasang drainase
agar kulit bersih. Kulit ditutup setelah infeksi teratasi (sembuh). Teknik tertutup, kulit penutup ditarik
sampai ke bagian yang diamputasi tertutup oleh kulit. Tindakan amputasi
meliputi:
1.
Ekstremitas bawah. Kehilangan semua atau sebagian dari
jari-jari kaki akan mempengaruhi keseimbangan menekan waku berjalan. Makin
besar tingkatan amputasi, makin besar energi yang diperlukan untuk mobilisasi.
2.
Ekstremitas atas. Kehilangan ekstremitas atas
menimbulkan masalah yang spesifik, dan dapat mengenai tubuh bagian kiri atau
kanan. Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperi makan, minum,
mandi berpakaian, dan mengendarai mobil. Pertahankan bagian yang masih dapat
berfungsi dengan baik. Amputasi ekstremitas atas jarang terjadi.
Komplikasi
dari amputasi meliputi perdarahan, infeksi, nyeri, nyeri fantom puntung,
neuroma dan fleksi kontraktur.
Kehilangan
ekstremitas memerlukan penyesuaian besar. Persepsi pasien mengenai amputasi
harus dipahami oleh tim perawatan kesehatan. Pasien harus menyesuaikan diri
dengan adanya perubahan citra diri permanen, yang harus dieselaraskan sedemikan
rupa sehingga tidak akan menghilangkan rasa diri berharaga. Mobilitas atau
kemampuan fisik untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari berubah dan
pasien perlu belajar bagaimana menyesuaikan aktivitas dan lingkungan untuk
mengakomodasikan diri dengan penggunaan alat bantu dan bantuan mobilitas. Tim
rehabilitasi bersifat multidisiplin (pasien, perawat, dokter, pekerja sosial,
psikologis, ahli prostesis, pekerja rehabilitasi vokasional) dan membantu
pasien mencapai derajat fungsi tertinggi yang mungkin dicapai dan parisipasi
dalam aktivitas hidup.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
& Suddarth. 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Doenges,
Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan. Ed-3. Jakarta : EGC.
Kun, Saputra. 2013. Asuhan Keperawatan pasien Dengan Amputasi. http://www.kamusakep.blogspot.com
(online), diakses: 21 April 2013.
Makassar. 2011. Askep Amputasi. http://sebastianamegarezky-makassar.blogspot.com
(online), diakses: 21 April 2013.
Suratun, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal.
Jakarta: EGC.
0 komentar:
Posting Komentar